PURNAMA – CLS Library https://library.cls.sch.id Thu, 17 Jan 2019 02:33:01 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.0.1 https://library.cls.sch.id/wp-content/uploads/2018/11/cropped-logo-circle-32x32.png PURNAMA – CLS Library https://library.cls.sch.id 32 32 PURNAMA by Dzakira Nada ‘Azizah (BAB 3) To be Continue…… https://library.cls.sch.id/2019/01/07/purnama-by-dzakira-nada-azizah-bab-3-to-be-continue/ https://library.cls.sch.id/2019/01/07/purnama-by-dzakira-nada-azizah-bab-3-to-be-continue/#comments Mon, 07 Jan 2019 02:32:17 +0000 http://library.cls.sch.id/?p=2028

BAB 3

“Hoaam!” aku terbangun dari tidurku yang super nyenyak karena kecapekan.
DEG!

“AAAAH!” di depanku ada wanita yang kemarin ada di tendaku. Aku membangunkan Nadira dengan panik.

“Hoaam, kenapa si….. AAAH! SIAPA KAMU, HAH?! PERGI DARI SINI!” seru Nadira sambil melempar selimut ke mukanya. Dia melotot ke arahku dan Nadira, “KAMU! BERANINYA KAMU MELEMPAR SELIMUT KOTOR ITU KE WAJAHKU!!” wanita itu berseru marah. Kami ketakutan, tak bisa bergerak. “Me, memangnya kenapa hah?! Ka, kamu yang masuk kesini tanpa izin! Lagipula siapa kamu hah?!” Nadira berseru, “siapa aku?! Hah! KAMU TIDAK TAU SIAPA AKU?!” seru wanita itu.

DEG! Wanita itu melakukan hal yang mengejutkan dan tak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Dia melayang! Wanita itu menunjukku sambil berteriak “KAMU! BERIKAN CINCIN ITU!”, aku bergegas melepas cincin emas yang aku temukan dan memberikannya kepadanya.
Dia memakai cincin itu dan mengacungkan tangannya ke langit sambil berteriak, “WAHAI CINCIN CAHAYA! BAWALAH AKU BERSAMA DUA ANAK INI PERGI KE NEGERI CAHAYA!”.
SRIING!

Ada lingkaran yang bercahaya di atas kami yang menyedot kami kedalamnya. “AAAAAH!!” teriak kami.
Kami pun pingsan tak sadarkan diri.

*****

Aku terbangun. Wow! Sekarang kami berada di dalam kamar super mewah yang pernah aku lihat. Aku membangunkan Nadira. “Haaah… baru aja bangun tidur tiba-tiba pingsan karena tersedot lingkaran bercahaya yang dikeluarkan wanita aneh itu… tapi okelah, dia menempatkan kita di kamar yang pantas” “iyakan? Selamat pagi anak-anak…” baru saja kalimat Nadira berakhir, suara lembut menyapa kami.

Ada dua orang, bukannya diantara mereka tadi ada yang datang ke tendaku?? (maksudnya tenda Nella) “iya, benar Delia. Adikku tadi yang datang ke tendamu. Mohon maaf atas sikap adikku yang tidak sopan ini disana~” bagaimana dia tau apa yang aku pikirkan? “tapi anak gak sopan yang memakai baju seperti laki-laki itu yang melemparku dengan selimut kotornya!” ucap wanita satu lagi sambil menunjuk Nadira, “aku kan kaget!! Lagipula kenapa kau bilang itu selimut kotor hah?! Kamu tidak tau apa-apa tentang selimut itu!!” seru Nadira tersinggung, “Yazzi! Jangan ribut! Hhh… sekali lagi aku minta maaf atas kelakuan adikku ini….” “iya, tidak apa-apa kok” ucapku memaafkan, “namaku Nadira, dia Delia. Jelaskan siapa kalian dan kenapa kami disini!” ucap Nadira, dia sudah sedikit tenang.

“Baiklah, namaku Zaffra Yuzza Nafuza, panggil saja Yuzza. Sedangkan adikku ini bernama Zafir Yazzi Nafza, biasa dipanggil Yazzi. Kami adalah penguasa Negeri Cahaya ini,” aku dan Nadira berpandangan. Penguasa?? Artinya tadi Nadira bersikap dengan sangat tidak sopan kepada seorang penguasa?? Pikirku, “maafkan sikapku yang tidak sopan yang mulia!!” seru Nadira “hahaha, tidak apa-apa kok. Kamu tidak usah memanggil kami ‘Yang Mulia’ ya. Baik, aku lanjutkan” kami mengangguk.

“Negeri Cahaya ini ada di dimensi Yazzwa Maharatta. Beda dimensi dengan kalian. Di negeri ini hanya kami yang bisa bahasa kalian. Jadi jangan heran dengan orang lain yang bicara dengan bahasa yang tidak kalian mengerti. Kalian kami bawa ke sini karena kamu, Delia, kamu memakai cincin cahaya. Sekarang kami sedang dalam masalah, karena Negeri Kegelapan akan menjajah negeri ini. Di negeri ini, kami mempunyai sebuah ramalan yang diukir di dinding yang dibuat pada zaman dulu bertuliskan ‘pada saat bulan purnama bersinar terang. Maka sang Kegelapan akan menyerang. Dan 4 orang dari antah berantah akan membawa cincin cahaya dan tongkat cahaya untuk menyelamatkan…’ tapi, setelah itu kami tidak tahu lanjutannya karena tak bisa dibaca.

Tapi, ada lanjutan lagi yang dapat kami baca. Yaitu ‘sebelum berperang, dua benda itu sudah dipanaskan dipuncak keabadian. Dan 4 orang itu sudah memakai baju yang tersembunyi di pulau keabadian dan kekuatan magis yang tak terkalahkan…’ tapi, setelah itu kami tidak tahu kelanjutannya karena tidak bisa dibaca. Tapi kami tau kalau kalianlah dua di antara dua orang yang membawa cincin cahaya. Sedangkan dua orang lagi yang membawa tongkat cahaya sudah kami bawa kemarin malam~” “selamat pagi Nadira, Delia…” belum selesai kalimat Yuzza, terdengar suara yang tidak asing menyapa kami, “Adnan! Lian! Jadi kalian yang membawa tongkat cahaya?!” seru Nadira ketika melihat mereka muncul. Mereka mengangguk.

“Maaf baginda Yuzza, aku rasa aku tidak seharusnya berada disini… aku menemukan cincin ini, aku tidak memilikinya. Mungkin seharusnya bukan aku yang datang kesini, tapi Nella… Aku menemukan cincin ini di tenda Nella~” “gak kok, bener, kamu memang seharusnya berada di sini. Takdir!” sambar seseorang. Ada gadis berambut panjang sampai ke punggung. Dia memakai gaun berwarna putih yang bercahaya. Umurnya kira-kira 16 tahun, seumur denganku. Dia sedang bersandar ke pintu.

“Nella?! Apakah kamu Nella??” “yes, of course I’m Nella. Who else?” dia menjawab dengan bahasa inggris yang fasih sambil tersenyum, “oh? Jadi kau mengenalnya? Dia adalah mata-mata kami. Dia kami suruh untuk memata-matai kalian dan Negeri Kegelapan,” “Nella! Ayahmu mencarimu kemana-mana!” ucapku kepada Nella “ayah? Maksudmu kakek tua itu?! Hah! Dia bukan ayahku! Dia hanya seseorang yang menganggapku pembantu!! Mungkin dia hanya mencariku karena butuh pembantu!” “benarkah?? Aku pikir itu salah!” “dia hanya menganggapku pembantu setelah ibuku meninggal kau tau?! Aku hanya punya satu orang tua, dan dia adalah ibuku! Namun karena sekarang ibuku telah tiada, aku menganggap Yazzi sebagai ibuku! Hanya Yazzi yang bersikap baik kepadaku kau tau! Tak ada orang lain selain Yazzi yang mau memberiku makan, minum, bahkan tempat tinggal kau tau!!” Nella melotot ke arahku “shhh… tenang Nella, aku disini. Dan aku akan selalu bersamamu. Kamu boleh menganggapku keluargamu jika kau mau…” ucap Yazzi menenangkan sambil memeluk Nella.

“Baru kali ini aku mendengar dan melihat wanita aneh itu lembut” bisik Nadira kepadaku. Aku mengangguk. Dia terus bersikap kasar sampai Nella datang.
“Aww.. soysreet Yazzi…” ucap Yuzza dengan bahasa yang tidakku mengerti. Muka Yazzi memerah karena malu.
“Nyonya Yazzu, nyonya Yazzi, Nadira, Delia, sarapan sudah disiapkan oleh chefr’zto Zamie,” ucap Lian kepada kami, “chefr’zto? Maksudnya?” tanya Nadira “ ‘chefr’zto’ itu bahasa negeri ini untuk pangilan ‘chef’ “ jawab Lian.
Kami pun menuju meja makan yang supeeer besar di ruang makan yang supeeeer mewah dan supeeeer besar. “Selamat makan!” semua berseru.

Aku dan Nadira belum mulai makan, kami bertatapan, “ini apa?” tanya Nadira, “gak tau” aku menjawab sambil mengangkat bahu. Makanan ini sedikit aneh… bukan sedikit aneh lagi malahan, sangat aneh! Seperti bubur tetapi berwarna biru, diatasnya diberi topping sesuatu yang berbentuk seperti bola-bola yang berwarna-warni, di dasarnya juga diberi sesuatu yang seperti bubuk susu yang berwarna oranye. Piringnya juga aneh, bentuknya seperti ban mobil berwarna bening, makanya kami bisa melihat dasarnya. Melihat yang lain makan dengan lahap, kami pun mencobanya.

Eeuuhhh, apa ini? Tidak enak! Bola-bolanya manis, buburnya sangat asam, dan bubuk di dasarnya super pedas! Karena kepedasan aku segera mengambil minum di dalam gelas yang berbentuk seperti bola.

“Selera mereka buruk sekali!” bisik Nadira kepadaku. Aku mengangguk, “iya, aku tak mengerti kenapa Adnan dan Lian bisa makan dengan lahap” “mungkin mereka berpura-pura?” kami saling berbisik, “kalian tau? Makanan ini adalah salah satu makanan bangsawan di negeri ini. Namanya chiwwa. Enak bukan?” tanya Yuzza sambil tersenyum, “eh, i, iya. Enak” jawabku. Makanan bangsawan? Enak? Apakah makanan bangsawan di negeri ini memang begini? “Iya, enak! Tapi apakah ada makanan lain? Aku ingin mencoba yang lain” kata Nadira, “aku juga mau! Tapi yang manis ya, ada?” tanyaku “oh, tentu saja ada! Chefr’zto Zamie! Bawakan kami dua sweemala!” Yuzza berseru.

Beberapa saat kemudian sang chefr’zto membawakan kami makanan yang bernama ‘sweemala’, “silakan dimakan Delia, Nadira” ujar Yuzza sambil tersenyum. Kami mengangguk. Makanan ini terlihat lebih baik dari sebelumnya. Bentuknya seperti es krim, warnanya kuning, ditaburi sesuatu yang seperti cokelat yang diparut dan berwarna merah. Piringnya masih sama, berbentuk seperti ban dan bening.

Hap! Ini baru enak! Pikirku, “apa kalian menyukainya? Maaf kalau tidak enak, itu makanan bangsawan, tetapi kami tidak terlalu menyukainya. Namanya ‘sweemala’ karena diambil dari kata ‘swee’ dan ‘mala’. ‘Swee’ berarti manis, dan ‘mala’ berarti jagung” “enak kok! Banget malah!” seru Nadira. Yuzza tersenyum.

“Aneh, bagaimana mereka tidak menyukai makanan seenak ini?” bisikku kepada Nadira, ia mengangguk.

Kami semua selesai makan, “Delia, Nadira, Adnan, Lian, ikut kami!” seru Yuzza kepada kami. Kami mengikutinya ke sebuah ruangan dimana kami akan merencanakan semua hal.

*****

“Baiklah, aku akan menjelaskan rencananya. Jadi Delia, Nadira, dan aku beserta beberapa pasukan lain akan memanaskan tongkat cahaya dan cincin cahaya di puncak keabadian. Sedangkan Adnan, Lian, Yazzi dan pasukan lainnya akan mencari baju yang tersembunyi di pulau keabadian. Setelah itu kalian akan berlatih kekuatan magis itu bersama Adizza. Dia adalah keponakanku yang sekarang hilang entah kemana. Purnama itu akan terjadi 2 bulan lagi, atau 7 minggu lagi” jelas Yuzza.

“Bagaimana denganku??” tanya Nella “tak mungkin aku hanya berdiri diam disini bukan?” “kamu akan mencari Adizza, Nella” jawab Yazzi bersamaan dengan Yuzza, “baiklah” Nella mengangguk.
“Baiklah, semua sudah mengerti bukan? Kita akan pergi besok!” seru Yuzza,
“Aku tidak setuju!” teriak Nadira dan Lian,
“Kenapa harus berpencar bila bisa bersama?” tanya Lian,
“Iya, benar. Bukankah 2 bulan lagi terjadi purnama? Kita bisa bekerja sama dengan baik. Kita tidak perlu berpisah!” ucap Nadira mengiyakan,
“Karena akan lebih cepat! Bukankah lebih cepat lebih baik??” jawab Yazzi,
“Aku setuju dengan mereka! Lagipula waktunya cukup lama, kami juga tidak ingin berpisah” ucap Adnan setuju dengan Lian dan Nadira,
“Bagaimana denganmu Delia?” tanya Yuzza,
“A, aku juga tidak ingin berpencar dengan mereka” jawabku.
“Baiklah, kita ubah rencananya! Delia, Nadira, Adnan, Lian beserta beberapa pasukan akan pergi mencari baju yang tersembunyi di pulau keabadian. Sedangkan aku dan Yazzi beserta beberapa pasukan akan memanaskan tongkat cahaya dan cincin cahaya di puncak keabadian. Lalu kalian akan berlatih kekuatan magis itu bersama Adizza. Kita akan pergi lusa depan. Setuju?” tanya Yuzza setelah menjelaskan, “setujuu!” teriak kami setuju.

Baiklah, rencana sudah ditetapkan. Kami akan pergi lusa depan!

*****

]]>
https://library.cls.sch.id/2019/01/07/purnama-by-dzakira-nada-azizah-bab-3-to-be-continue/feed/ 1
PURNAMA by Dzakira Nada ‘Azizah (BAB 1-2) To be Continue…… https://library.cls.sch.id/2018/12/13/2001/ https://library.cls.sch.id/2018/12/13/2001/#comments Thu, 13 Dec 2018 06:56:40 +0000 http://library.cls.sch.id/?p=2001

PURNAMA
By : Dzakira Nada ‘Azizah
( [email protected] )

PROLOG

Aku menatap jendela sekolah. Belum ada tanda-tanda bel akan berbunyi.
“Delia!”, seseorang memanggilku.
“Oh, halo Vannisa! Tumben pagi!”
“Hahaha, iya dong, aku gitu lho!”, aku tersenyum tipis.
“Besok jadi ke rumahku?”, tanya Vannisa.
“Gak tau, mudah-mudahan iya”.

Vannisa tidak bertanya lagi, dia sibuk dengan buku yang dibacanya. Tiba-tiba lantai bergoyang, ada suara sirine di lorong!
“GEMPA!”, teriak anak-anak lain sambil berlari.

Aku dan Vannisa cepat-cepat berlari menuruni tangga.
“Cepat Vannisa!”, teriakku. Vannisa tertinggal jauh di belakang, dia memang payah dalam berlari. Aku berusaha menggapai Vannisa. Yes! Berhasil! Aku menarik tangan Vannisa menuju pintu keluar.

Gedung sekolah mulai runtuh, aku dengan cekatan menghindar dan membantu Vannisa. Tinggal sedikit lagi! Batinku. Tapi tiba-tiba rokku tertimpa besi yang jatuh. Karena rokku panjang dan hampir setengahnya tertimpa, Vannisa membantuku menarik rokku.

“Lepas saja roknya! Kamu pakai celana kan??”, teriak Vannisa, berusaha mengalahkan suara jeritan murid-murid. Benar juga! Kenapa tidak terpikirkan olehku? Aku segera membuka rokku. Untung saja aku selalu memakai celana di bawah rok.

Terlambat! Aku dan Vannisa tertimpa reruntuhan. Seketika semuanya gelap…

*****

BAB I

Aku mengerjap-ngerjapkan mata.
Di sekelilingku masih ada reruntuhan besi.

“VANNISA! VANNISA KAMU DENGAR AKU? KAMU DI MANA?”, aku berteriak sekencang mungkin. Tidak ada jawaban. Aku berjalan melewati lorong yang gelap. Aku melihat kanan, kiri, banyak sekali reruntuhan besi di dalam kelas.

Tak! Tak! Tak!
Tiba-tiba aku mendengar ada suara orang berjalan dari belakangku.
“Hhh…”, terdengar suara nafas.
“Siapa di sana!”, teriakku sambil menoleh ke belakang. Tidak ada orang. Aneh, padahal tadi aku mendengar suara nafas tepat di belakangku. Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Aku bergegas ke lapangan sekolah. Gelap. Sudah malam.

Aku melihat di tengah-tengah lapangan ada gadis berambut panjang sampai ke punggung. Dia memakai gaun berwarna hitam. Umurnya kira-kira 16 tahun, seumur denganku. Dia berdiri di tengah lapang.

Deg deg deg…
“Vannisa? Apakah itu kamu?”, tanyaku. Tidak ada jawaban darinya.
“Hei! Apa yang kau lakukan di sini?? Untung saya ke sini, kalau terjadi sesuatu padamu bagaimana??” teriak seseorang. Aku kaget setengah mati, lalu aku balik badan untuk melihat siapa yang bicara padaku. Oh ternyata pak satpam. Aku melirik ke belakang untuk melihat wanita itu lagi.

“Hah? Kemana dia??” tanyaku.
“Siapa? Bukannya dari tadi kamu sendirian?” tanya pak satpam.
“Hmm…? Bapak gak liat gadis yang tadi ada di belakang saya?”
“Tidak. Ah sudahlah mari kita ke tenda pengungsian. Kamu boleh setenda dengan anak saya” lalu kita berjalan ke tenda pengungsian. Tidak jauh, hanya 40 meter.
“Sudah sampai, tenda anak saya di sana.” kata pak satpam sambil menunjuk ke pojok kiri. Di sana ada tenda yang kecil.
“Terima kasih pak” ucapku pada pak satpam.

Aku segera masuk ke tenda tersebut. Lho, gak ada orang ya? Sebelum pak satpamnya pergi jauh, aku segera memanggilnya“Pak, anak bapak di mana ya?”

“Lho, bukannya ada di tenda?”
“Gak ada pak” pak satpam langsung panik.
“Biar saya bantu cariin ya pak, ciri-ciri anak bapak gimana?”
“Namanya Nella,umurnya 16 tahun, rambutnya panjang sampai ke punggung, terakhir kali memakai gaun hitam”
“Lho? Bukannya itu yang ada di lapangan ya??”
“Benarkah?? Besok pagi kita cari bersama ya!”
“Iya pak satpam” aku berjalan ke arah tenda.
“Oiya nak, berhenti memanggilku pak satpam, panggil aku pak Samat” ucap pak Samat lalu balik badan ke arah tenda.

Aku memasuki tenda Nella. Lho apa ini? Batinku saat melihat ada cincin berwarna emas, aku pakai saja deh.

Aku tertidur pulas sambil mengenakan cincin itu.

*****

Keesokkan harinya aku dan pak Samat meminta izin keluar mencari Nella. “Maaf pak, saat ini masih dilarang untuk pergi keluar. Anak bapak akan segera dicari oleh tim SAR”, kami mengangguk lalu pergi kedalam lagi.

“Fuhh… Delia, kamu bermainlah di sana, ada banyak anak-anak yang bisa diajak main” kata pak Samat menunjuk lapang kosong yang dipenuhi anak-anak.
“Iya, saya pergi dulu ya” ucapku sambil mengangguk lalu pergi.

Di sana ada banyak anak, tapi tidak satu pun aku kenal. Aku duduk termangu diatas batu. Apa yang terjadi pada mama, papa, dan semua keluargaku? Apakah mereka selamat? Apakah mereka ada di sini? Apa yang terjadi pada Vannisa? Batinku. Sehabis gempa kemarin aku belum bertemu satu pun orang di keluargaku.

“Halo, kamu Deliakan?” tiba-tiba seseorang menyapaku.
“Aku Adnan, kenal aku gak? Aku tetanggamu” tanya anak laki-laki yang bernama Adnan itu.

Aku menatap wajahnya, sepertinya aku tau… pikirku.

“Mau ke tendaku? Disana ada sepupuku, Nadira dan Lian” ajaknya menjulurkan tangan. Aku mengangguk, kami berjalan ke arah tenda Adnan. Tendanya berwarna biru, tidak seperti tendaku dan yang lain, warna tenda di sini kebanyakan berwarna putih.
“Kita kedatangan tamu nih”
“Emm… Halo, namaku Delia” ucapku memperkenalkan diri.
“Halo, namaku Nadira” ucap seorang gadis berambut pendek sebahu yang mengenakan joger pants dan kaos lengan pendek berrompi.
“Namaku Lian, anak terganteng di keluarga Adnan” ucap seorang laki-laki sambil bergaya.
“Kamu baru kenalan udah pamer!”
“Gapapa dong, terserah aku!”
“Hush! Udah jangan berantem” lerai Adnan.

Aku duduk disebelah Nadira dan Adnan. “Mau main kartu?” tanya Nadira “nggak ah! Gak seru! Mending main bola!” sambar Lian “kalian kerjanya berantem terus! Kalo Delia mau main apa?” “Emm… Terserah kalian, aku ikut kalian saja” ucapku.

BRAK!

Tiba-tiba sebuah suara yang kencang terdengar dari luar. “ITU TENDA MILIKKU! BAHKAN ADA NAMAKU DI TENDA ITU” “MANA MUNGKIN! BARANG-BARANGKU ADA DISITU!” “APA MAKSUDMU?! MANA MUNGKIN ADA BARANG YANG KAU BAWA DARI RUMAH SEHABIS GEMPA BEGINI?!”, ada dua pria sedang bertengkar tentang satu buah tenda yang cukup besar “pak, mohon tenang! Kalian akan kami bawa ke tempat yang lebih sepi!” seorang satpam membawa mereka pergi.

“Permisi pak, apa boleh saya tahu apa yang telah terjadi tadi?” seorang anak lelaki bertanya pada seorang penjaga “tidak ada apa-apa nak, hanya sedikit pertengkaran yang kecil” jawab sang penjaga.

Kami memasuki kembali tenda milik Adnan.

*****

“Eh, Del, cincin kamu bagus banget! Beli dimana?” tiba-tiba Nadira memuji cincin yang aku temukan di tenda.
“Oh, emm… Ini aku temukan di tendaku” jawabku
“waah, siapa yang membuangnya ya? Sayang sekali, padahal bagus banget…”
“Emm, aku tidak yakin kalau ini dibuang sih soalnya~”
“Atau mungkin itu cincin ajaib!” tiba-tiba Lian memotong.
“Kayak yang di cerita-cerita itu lho!”
“Gak mungkin! Kamu kebanyakan baca komik sih…” akhirnya Adnan ikut berbicara.

Kami pun bermain kartu setelah banyak mengobrol, “wah, sudah sore nih. Kita lanjut besok ya!” Kata Adnan sembari menunjukan jam tangan “yaaahhh… tapi tanggung nih!” kata Lian “iya tanggung! Untuk sekali ini saja aku sepemikiran dengan Lian” kata Nadira “a, aku harus kembali~” “ oh, ya sudah. Kalau begitu sampai nanti malam” ucap Nadira. Sampai nanti malam? Maksudnya dia akan mendatangiku? Ah, sudahlah ucapku dalam hati.

Aku pun pergi kembali ke tenda dan berdiri mematung melihat seseorang berdiri di dalam.

 *****

BAB 2

Didepanku berdiri seorang wanita, di sebelahnya ada 2 kucing. Satu putih dan satu hitam. Mukanya pucat, terlihat seperti akan pingsan “to…long~” BRUK! Dia pingsan “ha, halo nyonya? Ada apa ini? Nyonya? Nyonya?” dengan panik aku menidurkannya dikasur.

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Siapa wanita ini? Kenapa dia disini? Ada seribu pertanyaan dikepalaku, aku pun memutuskan untuk meminta tolong “seseorang! Tolong~” “JANGAN! Biar… kan… aku~” sela wanita misterius itu “apa kau masih bangun nyonya?” “aku… ti…dak apa-ap~” kata-kata wanita itu terputus. Ia kembali pingsan.

“DELIAAA!!!” seru seseorang,
“Delia! Ayo!” itu Nadira,
“Apa yang kau lakukan disini? Kamu menyuruhku kemana?” tanyaku,
“Ya buat jemput kamu makan malam lah! Apa lagi?” jawabnya,
“Eh, siapa wanita itu? Ibumu?” tanya Nadira sembari menunjuk wanita yang terbaring dikasur,
“Aku juga tidak tahu~”
“Lalu itu kucingmu?” selanya,
“Bukan, itu kucing milik wanita itu”
“Jadi kamu tidak tahu itu siapa?? Kamu harus melapor Del! Bisa saja dia orang jahat!”
“Emm… aku tidak begitu yakin aku harus melaporkannya. Dia bilang jangan~”
“Dia bilang begitu karena dia tidak ingin ketahuan! Ayo ikut aku!” ucap Nadira sambil menarik tanganku.

*****

“Pak! Kami menemukan wanita aneh di tendanya!” lapor Nadira saat kami sampai di sebuah tempat yang seperti pos,
“Oiya? Antar aku kesana nak!”
“Ayo!” seru Nadira sambil menuntun jalan.

“Disini pak~” kosong, tak ada orang “dimana wanita itu?” tanya pak petugas “kemana wanita itu pergi?! Aagh… pasti dia tau kita akan melapor! Makanya dia pergi!” pak petugas kembali ke pos. Apa yang terjadi? Beberapa menit yang lalu dia masih terkulai lemas tak berdaya disini, kemana dia pergi? Bagaimana caranya? Aku bingung, seribu pertanyaan kembali menghujani pikiranku, dan yang sampai sekarang sangatku tanyakan adalah, siapa wanita itu? “Uugh… ya sudah! Ayo kita makan Del!” aku mengangguk.

Tak usah dipikirkan Del… itu hanya wanita yang kelelahan dan pergi saat aku pergi batinku.

 *****

Kami sampai di sebuah lapangan kecil, ada karpet panjang dan ada banyak orang disana “Delia! Nadira! Sini!” teriak Adnan. Kami menghampirinya, disebelahnya ada Lian yang sangat lahap menyantap makanan, “kamu makan banyak sekali Lian! Seperti sudah ratusan tahun kau tak makan!” “hahaha, makanan ini enak sekali Dir!” kami duduk disamping Adnan.

Makan malam yang sangat menyenangkan, dipenuhi canda tawa. Tapi dibalik semua itu, kesedihan melanda mereka. Kesedihan akan mereka yang hilang, kesedihan akan mereka yang belum ditemuinya, kesedihan akan mereka yang meninggal. Ataupun penyesalan yang sangat dalam.

Ada beberapa yang termenung, tak menyentuh makanan sama sekali. Aku merasakannya… Apa yang terjadi pada mama, papa, dan semua keluargaku? Apakah mereka selamat? Apakah mereka ada di sini? Apa yang terjadi pada Vannisa? Yang bisa kulakukan hanyalah diam dan berharap tanpa tau apa yang terjadi pada mereka.

*****

“Huft, kenyangnya! Sekarang, tiduuur!” ucap Lian setelah selesai makan, “iya, selamat tidur!” Adnan dan Lian melambaikan tangannya.
“Ayo!” seru Nadira,
“Kemana?” tanyaku,
“Kemana lagi? Ya ke tendamu lah! Hari ini aku tidur ditendamu ya!”

Tanpa basa-basi lagi, kami langsung pergi ketendaku. “Kalau dipikir-pikir, tendamu lebih luas ya!” “i, ini bukan tendaku…” “lalu siapa?” tanya Nadira “ini punya anak pak satpam disekolahku, anaknya hilang, jadi aku bisa memakainya “oooh… namanya siapa?” “kalo gak salah sih Nella…” muka Nadira yang tadinya tersenyum berubah menjadi kaku, “a, apa… apa nama pak satpam itu Samat?” Nadira berusaha tersenyum “iya, kok tau? Apa kalian saling kenal?” tanyaku “ti, tidak, hahaha. Hanya saja sepertinya aku tau~” jawabnya kaku “ooh, begitu. Ya sudah, yuk tidur!” kami segera tertidur lelap.

Kemarin dan hari ini sungguh melelahkan dan membingungkan, kemarin saat pagi terjadi gempa. Hari ini ada pertengkaran antara dua bapak-bapak, bertemu Adnan yang mengaku kalau dia tetanggaku, dan yang paling membingungkan adalah seorang wanita misterius yang datang ketendaku.

Semoga saja besok tidak terjadi apa-apa yang aneh. Yaa, walaupun aku berharap begitu, besok dan seterusnya adalah hari paling aneh seumur hidupku.

*****

]]>
https://library.cls.sch.id/2018/12/13/2001/feed/ 8